Nahdlatun Nisa
Nahdlatul nisa’bersal dari kata “Nahdlah” yang artinya bangkit dan ‘’Nisa’’ adalah perempuan. Secara etimologi nahdlatun nisa berarti kebangkitan perempuan dari masa ke masa yang kemudian gerakannya menjadi pembaharu tanpa membongkar tradisi. Dalam sejarahnya sendiri, perempuan Indonesia yang selalu berada dibawah laki-laki dalam mendapatkan hak berpendidikan, kesehatan dan ekonomi politik, membuat perempuan Indonesia tergugah untuk menyuarakan hak. Dalam hal ini, perempuan sebagai madrasatul ula dan harus berbakti kepada suami, tidak boleh melupakan kodratnya. Semangat nasionalisme para pemuda diikuti oleh para perempuannya.
Gerakan perempuan pada masa pra kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan, perlakuan ketidakadilan yang dialami perempuan Indonesia, khususnya dalam lingkup keluarga, ditulis pada surat-surat Kartini dari tahun 1878 sampai 1904 yang dibukukan pada permulaan abad ke-20. Surat – surat Krtini kebanyakan berisi tentang nilai tradisi khususnya dari tradisi Jawa yang cenderung membelenggu perempuan, tergantung pada laki-laki sehingga perempuan menjadi kaum yang tidak berdaya. Kartini menetapkan ketidakadilan perempuan dalam sistem kebudayaan masyarakat.
Strategi yang dilakukan oleh Kartini dalam mengatasi permasalahan kaunnya dengan cara melalui pendekatan pendidikan. Sehingga pada masa itu munculah organisasi perempuan modern. Organisasi tidak hanya melawan penjajah tetapi juga adat istiadat yang mendeskrminasi perempuan. Dalam masa pra kemerdekaan dalam memperjuangkan keadilan perempuan, perjuangan Kartini dilanjutkan oleh beberapa tokoh perempuan seperti Dewi sartika. Organisasi perempuan tumbuh bagaikan jamur. Pada masa itu organisasi yang berkembang adalah organisasi perempuan yang terkait pada agama, seperti, Aisyah, NU, Wanita, Tarbiyah.
Pada 1928 dikatakan sebagai titik balik perjuangan perempuan, tepatnya saat diselenggarakannya Kongres Perempuan Pertama di Dalem Djojodipuran , Yogyakarta. Kongres itu diprakarsai oleh tiga tokoh perempuan yang progresif, yaitu Ibu Soekonto (Wanita Utomo), Nyi Hajar Dewantara (Wanita Taman Siswa), dan Ibu Soejatim (Puteri Indonesia). Salah satu keputusan penting adalah terbentuknya federasi Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) Yang pada 1929 mengganti nama menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia. Dan akhirnya berubah menjadi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) pada 1946. Pada dasarnya semua organisasi mempunyai tujuan yang sama yakni menghilangkan ketidak adilan terhadap kaum wanita.
Pada tahun 1946, didirikanlah salah satu organisasi perempuan berbasis NU dimana Nyai Djuasih adalah ketuanya pada periode 1950-1952. Meski menjadi sosok perintis Muslimat NU, Nyai Djuaesih tak begitu menonjol sebagai organisator dalam kepengurusan Muslimat. Dia lebih populer sebagai mubalighat dalam kepengurusan Muslimat NU Jawa Barat. "Di dalam Islam bukan saja kaum laki-laki yang harus dididik mengenai pengetahuan agama dan pengetahuan lain. Kaum wanita pun wajib mendapatkan didikan yang selaras dengan kehendak dan tuntutan agama. Karena itu, kami wanita yang tergabung dalam NU mesti bangkit,"pidatonya di atas mimbar mantap.
Sontak, pidatonya membuat para hadirin terpesona. Dia akhirnya dikenal sebagai sosok perempuan NU yang pertama kali naik mimbar dalam forum resmi organisasi.
Sejak bergulirnya reformasi, wacana gender mengalami gelombang perubahan yang signifikan. Publik semakin sensitif terhadap isu perempuan dan kesetaraan gender. Menurut Riant Nugroho setidaknya terdapat tiga gerakan perempuan Indonesia. Pertama antara tahun 1975-1985 terjadi ketidakpedulian LSM terhadap isu gender. Analisi gender tiak dianggap penting oleh sebagian besar aktifis sehingga sering menimbulkan konflik dengan aktifis perempuan. Kedua adalah periode 1985-1995 merupakan masa pengenalan dan pemahaman dasar mengenai anasilis gender dan kaitannya dengn masalah pembangunan. Periode selanjutnya yakni strategi integrasi dan advokasi.
Gerakan perempuan dalam NU mengalami pasang surut, pada awal pembentukan fatayat dan muslimat, salah satu lembaga perempuan mendapat tantangandari otoritas kyai. Dalam periode tertentu gerakan perempuan NU sangat terbatas, bahkan cenderung di kontrol oleh otoritas kyai dalam NU yang masih kuat. Pada masa selanjutnya gerakan perempuan NU terlihat sangat progresif. Kritik-kritik terhadap teks agama yang bias gender menjadi titik tolak gerakan perempuan NU dalam membongkar struktur patriarki yang membelenggu perempuan.
Kamis, 31 Mei 2018
Kamis, 24 Mei 2018
Hakikat manusia dalam bimbingan dan konseling islam
Hakekat Manusia
Pembawaan manusia sejak lahir adalah bersih, suci atau cenderung ke hal-hal yag positif. Kecenderungan berperilaku positif itu disebabkan karena sejak dari “bahan mentahnya” Allah telah mengkaruniai fitrah yang berupa “iman” yaitu mengakui keesaan Allah dan tunduk kepada-Nya. Dengan kata lain, kecenderungan berperilku positif pada manusia adalah merupakan aktualisasi fitrah iman yang ada pada setiap individu.
Pengakuan bahwa Allah adalah tuhannya dan hanya Allah yang berhak di-ibadahi itu terjadi sejak calon manusia masih berbentuk sel di dalam sulbil orang tuannya. Jadi esensi fitrah manusia adalah mengakui keesaan Allah dan tunduk kepada-Nya , atau dengan kata lain esensi fitrah iman yang ada pada setiap manusia adalah iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Jika ada individu yang mengingkari adanya Allah, sebernarnya mereka itu mengingkari fitrahnya sendiri , dan peningkatan itu bersifat sementara, yang pada “saat teertentu ditimpa musibah yang mengakibatkan ia bersedih dan tak berdaya) , lazimnya mereka segera kembali kepada fitrahnya yaitu ingat kepada Allah.
Pembawaan manusia sejak lahir adalah bersih, suci atau cenderung ke hal-hal yag positif. Kecenderungan berperilaku positif itu disebabkan karena sejak dari “bahan mentahnya” Allah telah mengkaruniai fitrah yang berupa “iman” yaitu mengakui keesaan Allah dan tunduk kepada-Nya. Dengan kata lain, kecenderungan berperilku positif pada manusia adalah merupakan aktualisasi fitrah iman yang ada pada setiap individu.
Pengakuan bahwa Allah adalah tuhannya dan hanya Allah yang berhak di-ibadahi itu terjadi sejak calon manusia masih berbentuk sel di dalam sulbil orang tuannya. Jadi esensi fitrah manusia adalah mengakui keesaan Allah dan tunduk kepada-Nya , atau dengan kata lain esensi fitrah iman yang ada pada setiap manusia adalah iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Jika ada individu yang mengingkari adanya Allah, sebernarnya mereka itu mengingkari fitrahnya sendiri , dan peningkatan itu bersifat sementara, yang pada “saat teertentu ditimpa musibah yang mengakibatkan ia bersedih dan tak berdaya) , lazimnya mereka segera kembali kepada fitrahnya yaitu ingat kepada Allah.
Kelebihan dan kekurangan bimbingan konseling islam
.
Kelebihan dan kekurangan
1. Kelebihan Konseling Islami
Konseling Islami memiliki tujuan yang mengarahkan individu kepada ketenangan-ketenangan dan keridhaan Allah SWT.
Konseling Islami tidak hanya menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh individu tetapi mengarahkan individu kembali fitrahnya
System konseling Islam dimulai dari mengarahkan kepada kesadaran nurani dan membaca ayat-ayat Allah.
2. Kekurangan Konseling Islami
Tidak semua konseli yang datang beragama muslim
Pendekatan ini hanya dapat diberikan kepada konseli yang beragama Islam
Konseling Islami belum bisa diterapkan secara menyeluruh karena sikap fanatic terhadap konseling barat masih ada.
Keterbatasan kemampuan konselor , dimana seorang konseling islami membutuhkan seorang konselor yang mampu memahami al-quran dan hadist , serta wawasan ilmu wawasan ilmu mengenai islam secara lebih mendalam.
Tujuan bimbingan konseling islam
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan dan konseling Islam adalah agar fitrah yang dikaruniakan Allah kepada individu bisa berkembang dan berfungsi drngan baik, sehingga menjadi pribadi kaffah, dan secara bertahap mampu mengaktualisasikan apa yang diimaninya itu dalam kehiupan sehari-hari, yang tampil melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi, dan ketaatan dalam beribadah dengan menjalankan segala perintahn-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan kata lain ,tujuan konseling model ini adalah meningkatkan iman, Islam, dan ikhsan individu yang di bimbing hingga menjadi pribadi yang utuh. Dan pada akhirnya mereka dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat. Tujuan jangka pendek yang diharapkan bisa di capai melalui konseling model ini adalah terbinanya fitrah-imam individu hingga membuahkan amal soleh yang dilandai dengan keyakinan yang benar bahwa:
1. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang harus selalu tunduk dan patuh pada segala aturan-Nya
2. Selalu ada kebaikan atau hikmah dibalik ketentuan Allah yang berlaku atas dirinya.
3. Manusia adalah hamba Allah , yang harus ber-ibadah hanya kepada-Nya sepanjang hayat.
4. Ada fitrah yang dikaruniakan Allah kepada setiap manusia, jika fitrah itu dipelihara dengan baik akan menjamin kehidupannya selamat di dunia dan akhirat.
5. Esensi Iman bukan sekedar ucapan dengan mulut, tetapi lebih dari itu adalah membenarkan dengan hati, dan mewujudkan dengan amal perbuatan
6. Hanya dengan melaksanakan syariat agama secara benar, potensi yang dikaruniakan Allah kepadanya bisa berkembang optimal dan selamat dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
7. Agar individu bisa melaksanakan syariat Islam dengan benar, maka ia harus berupaya dengan sungguh-sungguh untuk memahami dan mengamalkan kandungan kitab suci Al Quran dan sunah rasul-Nya.
Tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan dan konseling Islam adalah agar fitrah yang dikaruniakan Allah kepada individu bisa berkembang dan berfungsi drngan baik, sehingga menjadi pribadi kaffah, dan secara bertahap mampu mengaktualisasikan apa yang diimaninya itu dalam kehiupan sehari-hari, yang tampil melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi, dan ketaatan dalam beribadah dengan menjalankan segala perintahn-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan kata lain ,tujuan konseling model ini adalah meningkatkan iman, Islam, dan ikhsan individu yang di bimbing hingga menjadi pribadi yang utuh. Dan pada akhirnya mereka dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat. Tujuan jangka pendek yang diharapkan bisa di capai melalui konseling model ini adalah terbinanya fitrah-imam individu hingga membuahkan amal soleh yang dilandai dengan keyakinan yang benar bahwa:
1. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang harus selalu tunduk dan patuh pada segala aturan-Nya
2. Selalu ada kebaikan atau hikmah dibalik ketentuan Allah yang berlaku atas dirinya.
3. Manusia adalah hamba Allah , yang harus ber-ibadah hanya kepada-Nya sepanjang hayat.
4. Ada fitrah yang dikaruniakan Allah kepada setiap manusia, jika fitrah itu dipelihara dengan baik akan menjamin kehidupannya selamat di dunia dan akhirat.
5. Esensi Iman bukan sekedar ucapan dengan mulut, tetapi lebih dari itu adalah membenarkan dengan hati, dan mewujudkan dengan amal perbuatan
6. Hanya dengan melaksanakan syariat agama secara benar, potensi yang dikaruniakan Allah kepadanya bisa berkembang optimal dan selamat dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
7. Agar individu bisa melaksanakan syariat Islam dengan benar, maka ia harus berupaya dengan sungguh-sungguh untuk memahami dan mengamalkan kandungan kitab suci Al Quran dan sunah rasul-Nya.
Jumat, 18 Mei 2018
Makalahhhh
Nama : Kafita sari
Kelas : BPI-B2
Nim :1701016076
Matakuliah :Ilmu Fiqh
Dosen : Dr.Ummul Baroroh ,M.Ag
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang sempurna. Namun juga manusia adalah makhluk yang sangat rentan tergoda oleh hal-hal yang ada didunia yang sementara ini. Dengan kesempurnaanya manusia, mereka mempunyai akal , nafsu, dan pemikiran yang sangat berkembang namun halite tidak menjamin bahwa manusia akan menjadi makhluk yang arif dan bijaksana.
Manusia membutuhkan lawan jenis untuk menyalurkan nafsu keinginannya dalam membangun ikatan pernikahan untuk menurunkan keturunan yang sah sesuai dengan ketentuan islam. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai hukum-hukum pernikahan sesuai dengan syariat agama islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pergaulan pra nikah?
2. Apa saja rukun dan syarat nikah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pergaulan Pra Nikah (Pacaran)
Istilah pacaran berasal dari kata dasar pacar yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Istilah pacaran dalam Bahasa Arab disebut tahabbub. Pacaran berarti bercintaan, berkasih-kasihan, yaitu dari sepasang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Apa yang terjadi dalam sebuah hubungan antara seseorang dengan orang lain secara garis besar dapat dikelompokan menjadi lima: perkenalan, hubungan sahabat, jatuh cinta, hubungan intim, dan hubungan suami istri.
1. Perkenalan
Islam tidak melarang seseorang untuk mengenal orang lain, termasuk lawan jenis yang bukan mahram. Bahkan, Islam menganjurkan kepada kita untuk bersatu, berjamaah. Karena kekuatan Islam itu adalah diantaranya kejamaahan, bahkan Allah menciptakan manusia menjadi berbangsa-bangsa bersuku-suku untuk saling mengenal.
2. Hubungan Sahabat
Hubungan sahabat adalah hubungan sebagai kelanjutan dari sebuah hubungan yang saling mengenal. Setelah saling mengenal, hubungan seseorang akan meningkat menjadi sahabat atau teman. Hubungan saling mengenal yang berlangsung sangat lama akan muncul rasa saling solidaritas yang lebih tinggi untuk saling menghormati dan bahkan bekerja sama. Dalam Islam hubungan semacam ini tidaklah dilarang.
3. Jatuh cinta
Islam juga tidak melarang seseorang untuk saling mencintai sesuatu, tetapi untuk tingkatan ini harus ada batasannya. Jika rasa cinta ini membawa seseorang kepada perbuatan yang melanggar syariat, berarti sudah terjerumus ke dalam larangan. Rasa cinta tadi bukan lagi diperbolehkan akan tetapi malah dilarang. Perasaan cinta itu timbul karena memang manusiawi, perasaan ini adalah perasaan yang normal , dan setiap yang normal memiliki perasaan. Islam juga tidak melarang seseorang mencintai sesuatu, tetapi untuk tingkatan ini harus ada batasnya. Jika rasa cinta ini membawa seseorang kepada perbuatan yang melanggar syariat, berarti sudah terjerumus ke dalam larangan. Rasa cinta tadi bukan lagi dibolehkan, tetapi sudah dilarang. Perasaan cinta itu timbul karena memang dari segi zatnya atau bentuknya secara manusiawi wajar untuk dicintai. Perasaan ini adalah perasaan normal, dan setiap manusia yang normal memiliki perasaan ini. Jika memandang sesuatu yang indah, kita akan mengatakan bahwa itu memang indah.
Imam Ibnu al-Jauzi berkata, Untuk pemilihan hukum dalam bab ini, kita harus katakan bahwa sesungguhnya kecintaan, kasih sayang, dan ketertarikan terhadap sesuatu yang indah dan memiliki kecocokan tidaklah merupakan hal yang tercela. Terhadap cinta yang seperti ini orang tidak akan membuangnya, kecuali orang yang berkepribadian kolot. Sedangkan cinta yang melewati batas ketertarikan dan kecintaan, maka ia akan menguasai akal dan membelokkan pemiliknya kepada perkara yang tidak sesuai dengan hikmah yang sesungguhnya, hal seperti inilah yang tercela.Begitu juga ketika melihat wanita yang bukan mahram, jika ia wanita yang cantik dan memang indah ketika secara tidak sengaja terlihat oleh seseorang, dalam hati orang tersebut kemungkinan besar akan terbesit penilaian suatu keindahan, kecantikan terhadap wanita itu. Rasa itulah yang disebut rasa cinta, atau mencintai. Tetapi, rasa mencintai atau jatuh cinta di sini tidak berarti harus diikuti rasa memiliki. Rasa cinta di sini adalah suatu rasa spontanitas naluri alamiah yang muncul dari seorang manusia yang memang merupakan anugerah Tuhan.Sampai batas ini, syariat Islam masih memberikan toleransi, asalkan dari pandangan mata pertama yang menimbulkan penilaian indah itu tidak berlanjut kepada pandangan mata kedua. Karena, jika raca cinta ini kemudian berlanjut menjadi tidak terkendali, yaitu ingin memandang untuk yang kedua kali, hal ini sudah masuk ke wilayah larangan. Allah SWT berfirman yang artinya “Katakanlah laki-laki yang beriman hendaklah merekan menahan pandangannya dan memelihara kemaluaanya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka perbuat. ‘’ (QS.An-Nurr ayat 30).
4. Hubungan Intim
Jika rasa cinta sudah berlanjut,yaitu menimbulkan langkah baru dan secara kebetulan pihak lawan jenis merespon dan menerima hubungan ini, terjadilah hubungan yang levelnya jauh lebih tinggi yaitu hubungan intim. Hubungan ini sudah benar-benar melanggar aturan. Bersalaman dan bergandengan tangan agaknya sudah menjadi pemandangan yang sudah biasa sekarang ini, bahkan saling berciuman sudah menjadi tren pergaulan muda-mudi sekarang yang disebut dengan istilah berpacaran.. Barangsiapa yang memandang seorang wanita (yang tidak halal) baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka. Barangsiapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita (yang) haram (baginya) maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan di belenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka. Dan barangsiapa yang bersenda gurau dengan seorang wanita, maka dia akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang menuruti (kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda dan bersetubuh dengannya, maka wanitu itu juga mendapatkan dosa seperti yang diterima oleh lelaki tersebut.
Hubungan intim ini akan sampai pada puncaknya jika terjadi suatu hubungan sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh suami istri.
5. Hubungan Suami-Istri
Agama Islam itu adalah agama yang tidak menentang fitrah manusia. Islam sangat sempurna di dalam memandang hal semacam ini. Manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki dorongan sek. Oleh karena itu, Islam menempatkan syariat pernikahan sebagai salah satu sunah nabi-Nya.
Hubungan sepasang kekasih mencapai puncak kedekatan setelah menjalin hubungan suami-istri. Dengan pernikahan, seseorang sesungguhnya telah dihalalkan untuk berbuat sesukannya terhadap istri/suaminya (dalam hal mencari kepuasan libido seksualnya: hubungan badan), asalkan saja tidak melanggar larangan yang telah diundangkan oleh syariat.
Kita tidak menyangkal bahwa di dalam kenyataan sekarang ini meskipun sepasang kekasih belum melangsungkan pernikahan, tetapi tidak jarang mereka melakukan hubungan sebagaimana layaknya hubungan suami-istri. Oleh karena itu, kita sering mendengar seorang pemudi hamil tanpa diketahui dengan jelas siapa yang menghamilinya. Bahkan, banyak orang yang melakukan aborsi (pengguguran kandungan) karena tidak sanggup menahan malu memomong bayi dari hasil perbuatan zina.
Jika suatu hubungan muda-mudi yang bukan mahram (belum menikah) sudah seperti hubungan suami istri, sudah tidak diragukan lagi bahwa hubungan ini sudah mencapai puncak kemaksiatan. Sampai hubungan pada tingkatan ini, yaitu perzinaan, banyak pihak yang dirugikan dan banyak hal telah hilang, yaitu ruginya lingkungan tempat mereka tinggal dan hilangnya harga diri dan agama bagi sepasang kekasih yang melakukan perzinaan. Selain itu, sistem nilai-nilai keagamaan di masyarakat juga ikut hancur.
A. Rukun dan Syarat Nikah
Rukun dan Syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam acara perkawinan umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal,dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
1. Calon mempelai laki-laki
2. Calon mempelai perempuan
3. Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan.
4. Dua orang saksi
5. Ijab yang dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh suami.
Mahar yang harus ada dalam perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun,karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad perkawinan dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan demikian mahar termasuk dalam syarat perkawinan.
1. Akad Nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul . ulama sepakat menepatkan ijab dan qabul itu sebagai rukun perkawinan. Untuk sahnya suatu akad perkawinan disyaratkan beberapa syarat, yaitu:
• Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki. Qabul adalah penerimaan dari pihak laki-laki.
• Materi dari ijab dan qabul tidak boleh berbeda , seperti nama si perempuan secara lengkap dan bentuk mahar yang disebutkan.
• Ijab dan qabul harus diucapkan secara berkesinambungan tanpa terputus walaupun sesaat.
• Ijab dan qobul tidak boleh menggunakan ungkapan yang bersifat membatasi masa berlangsungnya perkawinan , karena perkawinan itu ditunjukan untuk seumur hidup.
• Ijab dan qabul harus menggunakan lafaz yang jelas dan terus terang.
UU perkawinan tidak mengatur tentang akad perkawinan bahkan tidak membicarakan akad sama sekali. Mungkin UU perkawinan menepatkan akad perkawinan itu sebagaimana perjanjian atau kontrak biasa dalam tindakan perdata. Namun KHI secara jelas mengatur akad perkawinan dalam pasal 27, 28, dan 29.
Pasal 27
Ijab dan qobul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu.
Pasal 28
Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah dapat mewakilkan kepada orang lain.
Pasal 29
(1) Yang berhak mengucapkan qabul adalah calon mempelai pria secara pribadi
(2) Dalam hal tertentu ucpan qabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria.
(3) Dalam hal calon memepelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili , maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan
2. Laki –laki dan perempuan yang kawin.
Islam hanya mengakui perkawinan antara perempuan dan laki-laki dan tidak boleh lebih dari itu, seperti sesama laki-laki atau sesame perempuan. Adapun syarat untuk laki-laki dan perempuan yang akan kawin ini adalah sebagai berikut:
• Keduanya jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya , baik menyangkut nama, jenis kelamin, keberadaan,dan hal-hal yang berkenaan dengan dirinya.
• Keduanya sama-sama beragama Islam (tentang kawin lain agama dijelaskan tersendiri)
• Antara keduanya tidak terlarang melakukan pernikahan .
• Kedua belah pihak telah setuju untuk kawin dan setuju pula dengan pihak yang akan mengawininya.
• Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan perkawinan.
UU Perkawinan mengatur persyaratan persetujuan kedua mempelai ini dalam pasal 6 dengan rumusan yang sama dengan fiqh. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan dari kedua calon mempelai . KHI mengatur persetujuan tersebut dalam pasal 16 yaitu:
(1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai.
(2) Bentuk persetujuan dalam calon mempelai wanita dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan, isyarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas.
3. Wali dalam perkawinan
Susunan wali:
• Bapaknya
• Kakeknya (bapak dari bapak mempelai perempuan)
• Saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya
• Saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya
• Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
• Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya
• Paman dari pihak bapak
• Anak laki-laki dari pamannya dari pihak bapak
• Wali hakim
Syarat –syarat wali:
• Islam. Orang beragama lain tidak sah untuk menjadi wali nikah.
• Balig (sudah berumur sedikitnya 15 tahun)
• Berakal
• Merdeka
• Laki-laki
• Adil
HKI dalam wali ini menjelaskan secara lengkap dan keseluruhannya mengikuti fiqh mazhab jumhur ulama. Wali ini diatur dalam pasal 19, 20, 21, 22, dan 23.
Pasal 19
Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhibagi calon mempelai wanita yang bertindak menikahkannya.
Pasal 20
(1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum islam yakni muslim,aqil dan baligh.
(2) Wali nikah terdiri dari :wali nasab dan wali hakim
4. Saksi
Syarat-syarat saksi:
• Saksi itu berjumlah paling sedikit dua orang. Inilah pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama.
• Kedua saksi beragama islam
• Kedua saksi adalah orang yang merdeka
• Kedua saksi itu adalah laki-laki.
• Kedua saksi berlaku adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak selalu melakukan dosa kecil dan tetap mejaga muruah.
• Kedua saksi dapat mendengar dan melihat.
UU Perkawinan tidak menepatkan kehadiran saksi dalam syarat-syarat perkawinan, namun UU perkawinan menyinggung kehadiran saksi itu dalam Pembatalan Perkawinan dan dijadikan sebagai salah satu hal yang membolehkan pembatalan perkawinan,.HKI mengatur saksi dalam perkawinan dalam pasal 24, 25, dan 26 dalam rumusan sebagai berikut:
Pasal 24
(1) Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksaan akad nikah
(2) Setiap perkawinan harus dipersaksikan oleh dua orang saksi
Pasal 25
Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah seorang laki-laki muslim, adil, akil baligh, tidakterganggu ingatan dan tidak tuna rungu atau tuli
Pasal26
Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani akta nikah pada waktu dan ditempat akad nikah dilangsungkan.
KESIMPULAN
Istilah pacaran berasal dari kata dasar pacar yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Istilah pacaran dalam Bahasa Arab disebut tahabbub. Pacaran berarti bercintaan, berkasih-kasihan, yaitu dari sepasang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Apa yang terjadi dalam sebuah hubungan antara seseorang dengan orang lain secara garis besar dapat dikelompokan menjadi lima: perkenalan, hubungan sahabat, jatuh cinta, hubungan intim, dan hubungan suami istri.
Rukun dan Syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut sah atau but dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam acara perkawinan umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal,dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syariffudin, 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia:Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta.Prenada Media
Rasyid Sulaiman, 2017.Fiqh Islam. Bandung.Sinar Baru Algesindo
http://anugerah.hendra.or.id/pra-nikah/1-adab2-pergaulan-pra-nikah/hubungan-muda-mudi-sebelum-menikah-pacaran-dalam-tinjauan-syariat/
Kelas : BPI-B2
Nim :1701016076
Matakuliah :Ilmu Fiqh
Dosen : Dr.Ummul Baroroh ,M.Ag
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang sempurna. Namun juga manusia adalah makhluk yang sangat rentan tergoda oleh hal-hal yang ada didunia yang sementara ini. Dengan kesempurnaanya manusia, mereka mempunyai akal , nafsu, dan pemikiran yang sangat berkembang namun halite tidak menjamin bahwa manusia akan menjadi makhluk yang arif dan bijaksana.
Manusia membutuhkan lawan jenis untuk menyalurkan nafsu keinginannya dalam membangun ikatan pernikahan untuk menurunkan keturunan yang sah sesuai dengan ketentuan islam. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai hukum-hukum pernikahan sesuai dengan syariat agama islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pergaulan pra nikah?
2. Apa saja rukun dan syarat nikah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pergaulan Pra Nikah (Pacaran)
Istilah pacaran berasal dari kata dasar pacar yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Istilah pacaran dalam Bahasa Arab disebut tahabbub. Pacaran berarti bercintaan, berkasih-kasihan, yaitu dari sepasang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Apa yang terjadi dalam sebuah hubungan antara seseorang dengan orang lain secara garis besar dapat dikelompokan menjadi lima: perkenalan, hubungan sahabat, jatuh cinta, hubungan intim, dan hubungan suami istri.
1. Perkenalan
Islam tidak melarang seseorang untuk mengenal orang lain, termasuk lawan jenis yang bukan mahram. Bahkan, Islam menganjurkan kepada kita untuk bersatu, berjamaah. Karena kekuatan Islam itu adalah diantaranya kejamaahan, bahkan Allah menciptakan manusia menjadi berbangsa-bangsa bersuku-suku untuk saling mengenal.
2. Hubungan Sahabat
Hubungan sahabat adalah hubungan sebagai kelanjutan dari sebuah hubungan yang saling mengenal. Setelah saling mengenal, hubungan seseorang akan meningkat menjadi sahabat atau teman. Hubungan saling mengenal yang berlangsung sangat lama akan muncul rasa saling solidaritas yang lebih tinggi untuk saling menghormati dan bahkan bekerja sama. Dalam Islam hubungan semacam ini tidaklah dilarang.
3. Jatuh cinta
Islam juga tidak melarang seseorang untuk saling mencintai sesuatu, tetapi untuk tingkatan ini harus ada batasannya. Jika rasa cinta ini membawa seseorang kepada perbuatan yang melanggar syariat, berarti sudah terjerumus ke dalam larangan. Rasa cinta tadi bukan lagi diperbolehkan akan tetapi malah dilarang. Perasaan cinta itu timbul karena memang manusiawi, perasaan ini adalah perasaan yang normal , dan setiap yang normal memiliki perasaan. Islam juga tidak melarang seseorang mencintai sesuatu, tetapi untuk tingkatan ini harus ada batasnya. Jika rasa cinta ini membawa seseorang kepada perbuatan yang melanggar syariat, berarti sudah terjerumus ke dalam larangan. Rasa cinta tadi bukan lagi dibolehkan, tetapi sudah dilarang. Perasaan cinta itu timbul karena memang dari segi zatnya atau bentuknya secara manusiawi wajar untuk dicintai. Perasaan ini adalah perasaan normal, dan setiap manusia yang normal memiliki perasaan ini. Jika memandang sesuatu yang indah, kita akan mengatakan bahwa itu memang indah.
Imam Ibnu al-Jauzi berkata, Untuk pemilihan hukum dalam bab ini, kita harus katakan bahwa sesungguhnya kecintaan, kasih sayang, dan ketertarikan terhadap sesuatu yang indah dan memiliki kecocokan tidaklah merupakan hal yang tercela. Terhadap cinta yang seperti ini orang tidak akan membuangnya, kecuali orang yang berkepribadian kolot. Sedangkan cinta yang melewati batas ketertarikan dan kecintaan, maka ia akan menguasai akal dan membelokkan pemiliknya kepada perkara yang tidak sesuai dengan hikmah yang sesungguhnya, hal seperti inilah yang tercela.Begitu juga ketika melihat wanita yang bukan mahram, jika ia wanita yang cantik dan memang indah ketika secara tidak sengaja terlihat oleh seseorang, dalam hati orang tersebut kemungkinan besar akan terbesit penilaian suatu keindahan, kecantikan terhadap wanita itu. Rasa itulah yang disebut rasa cinta, atau mencintai. Tetapi, rasa mencintai atau jatuh cinta di sini tidak berarti harus diikuti rasa memiliki. Rasa cinta di sini adalah suatu rasa spontanitas naluri alamiah yang muncul dari seorang manusia yang memang merupakan anugerah Tuhan.Sampai batas ini, syariat Islam masih memberikan toleransi, asalkan dari pandangan mata pertama yang menimbulkan penilaian indah itu tidak berlanjut kepada pandangan mata kedua. Karena, jika raca cinta ini kemudian berlanjut menjadi tidak terkendali, yaitu ingin memandang untuk yang kedua kali, hal ini sudah masuk ke wilayah larangan. Allah SWT berfirman yang artinya “Katakanlah laki-laki yang beriman hendaklah merekan menahan pandangannya dan memelihara kemaluaanya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka perbuat. ‘’ (QS.An-Nurr ayat 30).
4. Hubungan Intim
Jika rasa cinta sudah berlanjut,yaitu menimbulkan langkah baru dan secara kebetulan pihak lawan jenis merespon dan menerima hubungan ini, terjadilah hubungan yang levelnya jauh lebih tinggi yaitu hubungan intim. Hubungan ini sudah benar-benar melanggar aturan. Bersalaman dan bergandengan tangan agaknya sudah menjadi pemandangan yang sudah biasa sekarang ini, bahkan saling berciuman sudah menjadi tren pergaulan muda-mudi sekarang yang disebut dengan istilah berpacaran.. Barangsiapa yang memandang seorang wanita (yang tidak halal) baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka. Barangsiapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita (yang) haram (baginya) maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan di belenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka. Dan barangsiapa yang bersenda gurau dengan seorang wanita, maka dia akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang menuruti (kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda dan bersetubuh dengannya, maka wanitu itu juga mendapatkan dosa seperti yang diterima oleh lelaki tersebut.
Hubungan intim ini akan sampai pada puncaknya jika terjadi suatu hubungan sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh suami istri.
5. Hubungan Suami-Istri
Agama Islam itu adalah agama yang tidak menentang fitrah manusia. Islam sangat sempurna di dalam memandang hal semacam ini. Manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki dorongan sek. Oleh karena itu, Islam menempatkan syariat pernikahan sebagai salah satu sunah nabi-Nya.
Hubungan sepasang kekasih mencapai puncak kedekatan setelah menjalin hubungan suami-istri. Dengan pernikahan, seseorang sesungguhnya telah dihalalkan untuk berbuat sesukannya terhadap istri/suaminya (dalam hal mencari kepuasan libido seksualnya: hubungan badan), asalkan saja tidak melanggar larangan yang telah diundangkan oleh syariat.
Kita tidak menyangkal bahwa di dalam kenyataan sekarang ini meskipun sepasang kekasih belum melangsungkan pernikahan, tetapi tidak jarang mereka melakukan hubungan sebagaimana layaknya hubungan suami-istri. Oleh karena itu, kita sering mendengar seorang pemudi hamil tanpa diketahui dengan jelas siapa yang menghamilinya. Bahkan, banyak orang yang melakukan aborsi (pengguguran kandungan) karena tidak sanggup menahan malu memomong bayi dari hasil perbuatan zina.
Jika suatu hubungan muda-mudi yang bukan mahram (belum menikah) sudah seperti hubungan suami istri, sudah tidak diragukan lagi bahwa hubungan ini sudah mencapai puncak kemaksiatan. Sampai hubungan pada tingkatan ini, yaitu perzinaan, banyak pihak yang dirugikan dan banyak hal telah hilang, yaitu ruginya lingkungan tempat mereka tinggal dan hilangnya harga diri dan agama bagi sepasang kekasih yang melakukan perzinaan. Selain itu, sistem nilai-nilai keagamaan di masyarakat juga ikut hancur.
A. Rukun dan Syarat Nikah
Rukun dan Syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam acara perkawinan umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal,dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
1. Calon mempelai laki-laki
2. Calon mempelai perempuan
3. Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan.
4. Dua orang saksi
5. Ijab yang dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh suami.
Mahar yang harus ada dalam perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun,karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad perkawinan dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan demikian mahar termasuk dalam syarat perkawinan.
1. Akad Nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul . ulama sepakat menepatkan ijab dan qabul itu sebagai rukun perkawinan. Untuk sahnya suatu akad perkawinan disyaratkan beberapa syarat, yaitu:
• Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki. Qabul adalah penerimaan dari pihak laki-laki.
• Materi dari ijab dan qabul tidak boleh berbeda , seperti nama si perempuan secara lengkap dan bentuk mahar yang disebutkan.
• Ijab dan qabul harus diucapkan secara berkesinambungan tanpa terputus walaupun sesaat.
• Ijab dan qobul tidak boleh menggunakan ungkapan yang bersifat membatasi masa berlangsungnya perkawinan , karena perkawinan itu ditunjukan untuk seumur hidup.
• Ijab dan qabul harus menggunakan lafaz yang jelas dan terus terang.
UU perkawinan tidak mengatur tentang akad perkawinan bahkan tidak membicarakan akad sama sekali. Mungkin UU perkawinan menepatkan akad perkawinan itu sebagaimana perjanjian atau kontrak biasa dalam tindakan perdata. Namun KHI secara jelas mengatur akad perkawinan dalam pasal 27, 28, dan 29.
Pasal 27
Ijab dan qobul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu.
Pasal 28
Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah dapat mewakilkan kepada orang lain.
Pasal 29
(1) Yang berhak mengucapkan qabul adalah calon mempelai pria secara pribadi
(2) Dalam hal tertentu ucpan qabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria.
(3) Dalam hal calon memepelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili , maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan
2. Laki –laki dan perempuan yang kawin.
Islam hanya mengakui perkawinan antara perempuan dan laki-laki dan tidak boleh lebih dari itu, seperti sesama laki-laki atau sesame perempuan. Adapun syarat untuk laki-laki dan perempuan yang akan kawin ini adalah sebagai berikut:
• Keduanya jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya , baik menyangkut nama, jenis kelamin, keberadaan,dan hal-hal yang berkenaan dengan dirinya.
• Keduanya sama-sama beragama Islam (tentang kawin lain agama dijelaskan tersendiri)
• Antara keduanya tidak terlarang melakukan pernikahan .
• Kedua belah pihak telah setuju untuk kawin dan setuju pula dengan pihak yang akan mengawininya.
• Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan perkawinan.
UU Perkawinan mengatur persyaratan persetujuan kedua mempelai ini dalam pasal 6 dengan rumusan yang sama dengan fiqh. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan dari kedua calon mempelai . KHI mengatur persetujuan tersebut dalam pasal 16 yaitu:
(1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai.
(2) Bentuk persetujuan dalam calon mempelai wanita dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan, isyarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas.
3. Wali dalam perkawinan
Susunan wali:
• Bapaknya
• Kakeknya (bapak dari bapak mempelai perempuan)
• Saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya
• Saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya
• Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
• Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya
• Paman dari pihak bapak
• Anak laki-laki dari pamannya dari pihak bapak
• Wali hakim
Syarat –syarat wali:
• Islam. Orang beragama lain tidak sah untuk menjadi wali nikah.
• Balig (sudah berumur sedikitnya 15 tahun)
• Berakal
• Merdeka
• Laki-laki
• Adil
HKI dalam wali ini menjelaskan secara lengkap dan keseluruhannya mengikuti fiqh mazhab jumhur ulama. Wali ini diatur dalam pasal 19, 20, 21, 22, dan 23.
Pasal 19
Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhibagi calon mempelai wanita yang bertindak menikahkannya.
Pasal 20
(1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum islam yakni muslim,aqil dan baligh.
(2) Wali nikah terdiri dari :wali nasab dan wali hakim
4. Saksi
Syarat-syarat saksi:
• Saksi itu berjumlah paling sedikit dua orang. Inilah pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama.
• Kedua saksi beragama islam
• Kedua saksi adalah orang yang merdeka
• Kedua saksi itu adalah laki-laki.
• Kedua saksi berlaku adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak selalu melakukan dosa kecil dan tetap mejaga muruah.
• Kedua saksi dapat mendengar dan melihat.
UU Perkawinan tidak menepatkan kehadiran saksi dalam syarat-syarat perkawinan, namun UU perkawinan menyinggung kehadiran saksi itu dalam Pembatalan Perkawinan dan dijadikan sebagai salah satu hal yang membolehkan pembatalan perkawinan,.HKI mengatur saksi dalam perkawinan dalam pasal 24, 25, dan 26 dalam rumusan sebagai berikut:
Pasal 24
(1) Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksaan akad nikah
(2) Setiap perkawinan harus dipersaksikan oleh dua orang saksi
Pasal 25
Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah seorang laki-laki muslim, adil, akil baligh, tidakterganggu ingatan dan tidak tuna rungu atau tuli
Pasal26
Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani akta nikah pada waktu dan ditempat akad nikah dilangsungkan.
KESIMPULAN
Istilah pacaran berasal dari kata dasar pacar yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Istilah pacaran dalam Bahasa Arab disebut tahabbub. Pacaran berarti bercintaan, berkasih-kasihan, yaitu dari sepasang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Apa yang terjadi dalam sebuah hubungan antara seseorang dengan orang lain secara garis besar dapat dikelompokan menjadi lima: perkenalan, hubungan sahabat, jatuh cinta, hubungan intim, dan hubungan suami istri.
Rukun dan Syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut sah atau but dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam acara perkawinan umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal,dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syariffudin, 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia:Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta.Prenada Media
Rasyid Sulaiman, 2017.Fiqh Islam. Bandung.Sinar Baru Algesindo
http://anugerah.hendra.or.id/pra-nikah/1-adab2-pergaulan-pra-nikah/hubungan-muda-mudi-sebelum-menikah-pacaran-dalam-tinjauan-syariat/
Rabu, 16 Mei 2018
Terapi realitas
Tujuan Terapi Realitas
Tujuan utama terapi realitas adalah membantu klient mengganti psikologi kontrol eksternal dengan teori pilihan sehingga mereka bias memiliki hubungan-hubungan yang sehat dan meningkatkankualitas kehidupan. Lebih spesifiknya, terapi realitas memiliki tujuan-tujuan berikut:
1. Terapi realitas berusaha menyampaikan kerangka kerja teori pilihan kepada klient untuk memahami perilakunya.
2. Pendekatam itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaranklien tentang perilaku memilihnya dan bagaimana dan bagaimana klien mengontrol dunianya melaluiperilaku itu.
3. Terapi realitas meningkatkan pemahaman klient tentang tanggung jawabnya untuk membuat pilihan-pilihan yang bekerja bagi mereka.
4. Klient di bantu untuk mengidentifikasi dan memahami kebutuhan dasar akan kelamgsungan hidup, rasa ingin memiliki, kekuasaan,kebebasan, dan kesenangan.
5. Terapi realitas membantu klient untuk mempunyai gambar-gambar yang baik dalam dunia kualitasnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
6. Terapi realitas mengajari klient untuk mengevaluasi efektivitas perilaku totalnya mengingat apa yang diinginkannya dan memilih perilaku-perilaku yang berbeda yang dibutuhkan.
7. Terapi realitas membantu klient untuk mengembangkan dan mengimplementasikan perilaku-perilaku tertentu yang akan membantunya memenuhi kebutuhannya sekarang dan masa yang akan datang tanpa menggagalkan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
8. Terapi realitas mengajari klient tentang cara menghindari dirinya dikontrol oleh perilaku orang lain bersifat mengontrol secara negative.
Proses Terapi
Kebanyakan klient memasuki terapi realitas dengan sukarela terlihat dalam terapi individual(Glasser,1999;Glasser&Wubbolding,1995). Glasser menghemat waktu dalam terapi dengan tiga cara utama. Pertama , ia tidak berkepanjangan menggali permasalahannya,karena maalahnya selalu hubungan saat ini yang kurang memuaskan . Kedua , karena masalahnya ada dimasa kini , tidakperlu melakukan penyelidikan panjang tentang masa lalu klient. Ketiga , ia memfokuskan padaapa yang dipilih untuk dilakukan klient sekarang karena satu-satunya orang yang dapat dikontrol klient adalah dirinya.
Wubbolding (2000;dilihat juga Glasser & Wubbolding,1995) telah memformulasikan proses terapi realitas menjadi sistem WDEP di mana setiap hurufnya merepresentasikan sebuah klaster keterampilan dan teknik untuk membantu klien membuat pilihan-pilihan yanglebih baik dalam hidupnya:
W Tanyakan kepada klien what they Want (apa yang diinginkan)
D Tanyakan kepada klien what they are Doing and the overall direction (apa yang dilakukan dan arah globalnya)
E Perintahkan klien untuk conduct a searching self-Evaluation (melakukan evaluasi diri yang cermat)
P Perintahkan klien untuk make Plans (membuat rencana)untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang lebih efektif.
Tujuan utama terapi realitas adalah membantu klient mengganti psikologi kontrol eksternal dengan teori pilihan sehingga mereka bias memiliki hubungan-hubungan yang sehat dan meningkatkankualitas kehidupan. Lebih spesifiknya, terapi realitas memiliki tujuan-tujuan berikut:
1. Terapi realitas berusaha menyampaikan kerangka kerja teori pilihan kepada klient untuk memahami perilakunya.
2. Pendekatam itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaranklien tentang perilaku memilihnya dan bagaimana dan bagaimana klien mengontrol dunianya melaluiperilaku itu.
3. Terapi realitas meningkatkan pemahaman klient tentang tanggung jawabnya untuk membuat pilihan-pilihan yang bekerja bagi mereka.
4. Klient di bantu untuk mengidentifikasi dan memahami kebutuhan dasar akan kelamgsungan hidup, rasa ingin memiliki, kekuasaan,kebebasan, dan kesenangan.
5. Terapi realitas membantu klient untuk mempunyai gambar-gambar yang baik dalam dunia kualitasnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
6. Terapi realitas mengajari klient untuk mengevaluasi efektivitas perilaku totalnya mengingat apa yang diinginkannya dan memilih perilaku-perilaku yang berbeda yang dibutuhkan.
7. Terapi realitas membantu klient untuk mengembangkan dan mengimplementasikan perilaku-perilaku tertentu yang akan membantunya memenuhi kebutuhannya sekarang dan masa yang akan datang tanpa menggagalkan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
8. Terapi realitas mengajari klient tentang cara menghindari dirinya dikontrol oleh perilaku orang lain bersifat mengontrol secara negative.
Proses Terapi
Kebanyakan klient memasuki terapi realitas dengan sukarela terlihat dalam terapi individual(Glasser,1999;Glasser&Wubbolding,1995). Glasser menghemat waktu dalam terapi dengan tiga cara utama. Pertama , ia tidak berkepanjangan menggali permasalahannya,karena maalahnya selalu hubungan saat ini yang kurang memuaskan . Kedua , karena masalahnya ada dimasa kini , tidakperlu melakukan penyelidikan panjang tentang masa lalu klient. Ketiga , ia memfokuskan padaapa yang dipilih untuk dilakukan klient sekarang karena satu-satunya orang yang dapat dikontrol klient adalah dirinya.
Wubbolding (2000;dilihat juga Glasser & Wubbolding,1995) telah memformulasikan proses terapi realitas menjadi sistem WDEP di mana setiap hurufnya merepresentasikan sebuah klaster keterampilan dan teknik untuk membantu klien membuat pilihan-pilihan yanglebih baik dalam hidupnya:
W Tanyakan kepada klien what they Want (apa yang diinginkan)
D Tanyakan kepada klien what they are Doing and the overall direction (apa yang dilakukan dan arah globalnya)
E Perintahkan klien untuk conduct a searching self-Evaluation (melakukan evaluasi diri yang cermat)
P Perintahkan klien untuk make Plans (membuat rencana)untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang lebih efektif.
Senin, 14 Mei 2018
Lyric lagu
Salahkah Aku Mencintaimu-Ratu
Kutatap dua bola matamu
Tersirat apa yang kan terjadi
Kau ingin pergi dariku
meninggalkan semua kenangan
menutup lembaran cerita. Oh sayangku
aku tak mau....ku tau semua akan berakhir
tapi ku tak rela lepaskanmu
kau tanya mengapa aku tak ingin pergi darimu
dan mulutku diam membisu....
reff : salahkah bila diriku terlalu mencintaimu..
jangan tanya kan mengapa
karna aku pun tak tau
aku pun tak ingin bila kau pergi tinggalkan aku
masihkah ada hasratmu
tuk mencintaiku lagi...
apakah yang harus aku lakukan.
tuk menarik perhatianmu lagi..
.Walaupun harus Mengiba agar kau tetap disini
.Lihat aku duhai sayangku...
kembali ke reff
Langganan:
Komentar (Atom)
Bagaimana rasanya setelah diperjuangkan mati - matian dan sekarang di acuhkan sedemikian? tak pernahkah terlintas bagaimana dulu sulitnya me...
-
Nahdlatun Nisa Nahdlatul nisa’bersal dari kata “Nahdlah” yang artinya bangkit dan ‘’Nisa’’ adalah perempuan. Secara ...
-
. Kelebihan dan kekurangan 1. Kelebihan Konseling Islami Konseling Islami memiliki tujuan yang mengarahkan individu kepada ketenanga...
-
INTEGRASI SAINS MODAL SEYYED HOSSEIN NASR Makalah Di susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Falsafah Kesatuan Ilmu Dosen Pengam...